Contact Us
Kirim Tulisan
Tulisan Saya
Pelataran
Banner Publikasi Press Release Gratis
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
  • Kirim Tulisan
    • Login
    • Account
    • Logout
Pelataran
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
  • Kirim Tulisan
    • Login
    • Account
    • Logout
No Result
View All Result
Pelataran
No Result
View All Result
Home Opini

Menanti Ketegasan Final dalam Polemik 16 Pulau: Saatnya Negara Hadir dengan Kepastian

Beberapa waktu terakhir, publik dihebohkan dengan kabar simpang siur mengenai status 16 pulau di pesisir selatan Jawa Timur yang diperebutkan oleh dua kabupaten, Trenggalek dan Tulungagung. Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menyatakan bahwa 16 pulau itu untuk sementara berada di bawah naungan administratif Provinsi Jawa Timur menimbulkan tanda tanya besar.

Dian Sulistyarini by Dian Sulistyarini
30 June 2025
in Opini
A A
0
Pulau

Sumber foto: Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir/Mft/Insertrakyat.com

883
SHARES
1.3k
VIEWS

Menanti Ketegasan Final dalam Polemik 16 Pulau: Saatnya Negara Hadir dengan Kepastian

Beberapa waktu terakhir, publik dihebohkan dengan kabar simpang siur mengenai status 16 pulau di pesisir selatan Jawa Timur yang diperebutkan oleh dua kabupaten, Trenggalek dan Tulungagung. Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menyatakan bahwa 16 pulau itu untuk sementara berada di bawah naungan administratif Provinsi Jawa Timur menimbulkan tanda tanya besar. Tidak hanya itu, DPR pun menyebut kebijakan tersebut sebagai bagian dari persoalan tata kelola wilayah yang semrawut, dan berencana menggelar rapat kerja khusus dengan para pemangku kepentingan. Situasi ini menunjukkan bahwa penataan wilayah kepulauan Indonesia masih jauh dari kata tuntas.

Penetapan batas wilayah administratif oleh Kemendagri yang tidak berdasar pada data mutakhir dan minim partisipasi publik menunjukkan bahwa tata kelola wilayah Indonesia, khususnya wilayah kepulauan, belum dilakukan secara serius dan berkelanjutan.

Langkah transparan Kemendagri yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal Tomsi Tohir patut diapresiasi sebagai bentuk keterbukaan negara kepada publik. Dilansir dari insertrakyat, dalam konferensi pers terbuka di Jakarta (24/06/2025), Sekretaris Jenderal Tomsi Tohir menyampaikan bahwa penempatan 16 pulau dalam administratif Provinsi Jawa Timur merupakan status “netral” sambil menunggu keputusan final pada awal Juli mendatang. Langkah ini setidaknya memperlihatkan komitmen pemerintah untuk tampil terbuka dan berbasis data.

Namun keterbukaan itu tidak serta merta menjawab persoalan struktural yang telah berlangsung lama, dan menjadikan lemahnya sistem data dan koordinasi lembaga negara. Keputusan administratif yang hanya bersifat sementara bisa menimbulkan ketidakpastian baru. Jika pemerintah tak segera menyusun peta jalan penyelesaian konflik wilayah yang lebih menyeluruh dan permanen, keputusan ini bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola wilayah nasional.

Krisis Data Wilayah dan Lemahnya Koordinasi

1751269333951
Sumber Foto: Inilah.com/Reyhaanah 

Pertama, keputusan Kemendagri untuk menempatkan 16 pulau ke wilayah provinsi secara sementara menunjukkan lemahnya sistem pendataan wilayah. Seperti yang dilansir dari Inilah.com (25/6/2025), Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima menyoroti pentingnya penguatan pengamanan wilayah kepulauan Indonesia. Permasalahan pulau-pulau Indonesia yang kabarnya dijual oleh situs jual beli online luar negeri akan dibahas bersama. Aria menegaskan, fungsi dan pengawasan pulau-pulau harus terpantau oleh kementerian terkait. “Itu penting dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri dan stakeholder lainnya, supaya pengamanan 17 ribu pulau di Indonesia ini menjadi prioritas. Karena saat ini prioritas anggaran kita terlalu berorientasi pada seolah-olah negara kita itu negara daratan. Padahal sebenarnya size wilayah Kepulauan kita itu jauh lebih luas. Akan segera kita undang dalam rapat Kerja dengan Kementerian Dalam Negeri beserta Mitra Kita Kerja kita dengan Provinsi, Kabupaten, Kota, Pesisir dan Kepulauan,” Ujar Aria.

Kedua, dampak dari keputusan administratif yang lemah dapat merugikan masyarakat. Misalnya, masyarakat pesisir akan kebingungan mengakses layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, hingga administrasi kependudukan. Hal ini tidak hanya berpotensi memicu konflik horizontal antarwarga dua wilayah, tetapi juga mengancam stabilitas pelayanan publik yang menjadi kewajiban negara.

Ketiga, kondisi ini menunjukkan bahwa kebijakan negara terhadap wilayah kepulauan masih terjebak dalam pola pikir daratan. Padahal, sebagai negara kepulauan, seharusnya penataan wilayah pesisir dan pulau menjadi prioritas nasional, baik dari sisi pengelolaan data, pengamanan wilayah, maupun pelayanan publik.

Baca Juga

M. Imam Muddin | Mahasiswa Ilmu Tasawuf & Psikoterapi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti hubungan antara spiritualitas Islam, psikologi, dan keseimbangan jiwa

“Dari Crypto ke Saham Halal: Cara Fikih dan Psikologi Menenangkan Cemas Finansial”

7 October 2025
soft living

Lelah Diburu Ambisi? Soft Living, Cara Gen Z Melawan Hustle Culture

6 August 2025
NEED JOB

Antara Gelar dan Realita: Dunia Kerja Butuh Apa Sih Sebenarnya?

5 August 2025
AI

AI: Sahabat Curhat Gen Z di Tengah Krisis Kesehatan Mental

5 August 2025

Tomsi Tohir menegaskan bahwa fakta bahwa pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni bukan berarti tidak penting. Dalam banyak kasus, wilayah tak berpenghuni justru menjadi titik awal konflik perbatasan atau eksploitasi ilegal. Maka, penetapan administratif, meskipun sementara, tetap penting untuk menjaga legalitas dan mencegah celah hukum.

Kepastian administratif adalah benteng pertama melawan segala bentuk penyimpangan. Dalam konteks geopolitik dan sumber daya alam, wilayah seperti ini sangat rentan menjadi objek kepentingan ekonomi dan politik yang tidak sah.

Dalam Pilkada serentak 2024 lalu, isu batas wilayah bahkan sempat dijadikan bahan kampanye oleh pihak-pihak lokal. Hal ini menegaskan bahwa kekosongan data dan status wilayah juga sering dimanfaatkan oleh aktor politik. Negara harus hadir sebagai penengah yang objektif dan tak boleh memberi ruang manipulasi informasi demi kepentingan elektoral.

Aktivis kebijakan Nur Asmi menyatakan bahwa keterlibatan Kemendagri dalam menyampaikan informasi secara terbuka adalah langkah positif. Namun, upaya ini perlu dilengkapi dengan kebijakan yang konkret dan legalitas yang kuat agar tidak berhenti sebagai retorika administratif.

Saatnya Menata Ulang Tata Kelola Wilayah

Polemik 16 pulau ini harus menjadi momentum refleksi nasional untuk memperkuat sistem penataan wilayah Indonesia. Beberapa langkah penting yang harus segera diambil pemerintah antara lain:

  • Membangun “One Map Policy” yang berjalan efektif, dengan data spasial yang sinkron lintas kementerian dan pemerintah daerah.
  • Mempercepat digitalisasi dokumen batas wilayah dari tingkat desa hingga provinsi.
  • Memperkuat regulasi tentang penataan wilayah kepulauan agar lebih adaptif terhadap dinamika geografis dan sosial.
  • Mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan wilayah yang menyangkut ruang hidup mereka.

Sebagian pihak mungkin berpendapat bahwa penetapan sementara dilakukan demi mencegah konflik dan menunggu hasil mediasi lebih lanjut. Namun, sikap ini justru menambah ketidakpastian dan mencerminkan absennya kepastian hukum. Keputusan pemerintah seharusnya bersifat solutif dan final, bukan menggantung. Terlebih lagi, membiarkan ketidakpastian terlalu lama justru membuka ruang spekulasi, protes sosial, hingga potensi pelanggaran hukum administratif.

Polemik 16 pulau di Trenggalek dan Tulungagung menjadi cermin bahwa tata kelola wilayah kepulauan Indonesia masih berantakan. Kemendagri harus segera membenahi sistem administrasi wilayah dengan menguatkan digitalisasi data batas wilayah, mendorong sinergi antar kementerian, dan melibatkan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Wilayah bukan sekadar titik koordinat di peta, melainkan ruang hidup masyarakat yang harus dijaga dengan serius oleh negara.

Tomsi Tohir telah mengambil langkah berani dengan tampil di ruang publik dan menyampaikan posisi Kemendagri secara lugas. Tapi rakyat Indonesia, terutama di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, tidak butuh kehadiran yang hanya sementara. Mereka membutuhkan kepastian hukum, kejelasan administrasi, dan perlindungan negara yang konsisten.

Kirim Berita Media Wanita

Penetapan sementara tidak boleh menjadi akhir dari cerita. Justru ini harus menjadi awal dari pembenahan besar-besaran tata kelola wilayah nasional, demi menghadirkan pemerintahan yang berdaulat atas setiap jengkal tanah dan lautnya.

oleh: Dian Sulistyarini, mahasiswa Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Digital Universitas Negeri Jakarta.

Share353Tweet221Share62Pin79SendShare
Leaderboard apa apa
Previous Post

Ganti Menteri, Ganti Kurikulum: Inovasi atau Ajang Coba-Coba?

Next Post

Papua Kaya, Tapi Luka: Antara Tambang, Alam, dan Harapan Warga

Dian Sulistyarini

Dian Sulistyarini

Mahasiswa Hubungan Masyarakat & Komunikasi Digital Universitas Negeri Jakarta

Related Posts

M. Imam Muddin | Mahasiswa Ilmu Tasawuf & Psikoterapi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti hubungan antara spiritualitas Islam, psikologi, dan keseimbangan jiwa

“Dari Crypto ke Saham Halal: Cara Fikih dan Psikologi Menenangkan Cemas Finansial”

7 October 2025
soft living

Lelah Diburu Ambisi? Soft Living, Cara Gen Z Melawan Hustle Culture

6 August 2025
NEED JOB

Antara Gelar dan Realita: Dunia Kerja Butuh Apa Sih Sebenarnya?

5 August 2025
AI

AI: Sahabat Curhat Gen Z di Tengah Krisis Kesehatan Mental

5 August 2025
Next Post
Sumber: Greenpeace

Papua Kaya, Tapi Luka: Antara Tambang, Alam, dan Harapan Warga

Pengabdian Kepada Masyarakat Trisakti Multimedia di SMK PGRI 1 Jakarta

Trisakti School of Multimedia Hadir di SMK PGRI 1 Jakarta: Latih Adobe Illustrator dan Pengaplikasiannya dalam Dunia Kerja

IMG 3533

Api Gejolak Timur Tengah: Di Balik Bayang Konflik Iran–Israel, Nasib WNI Tergantung pada Seutas Harapan

Screenshot 2025 06 30 13 13 24 65

Alam Kushariadi adalah Musisi/band yang berasal dari Cepu Blora Jawa Tengah

Pendidikan

Sekolah Rakyat: Mampu Menjadi Jalan Keluar dari Lingkaran Kemiskinan?

Please login to join discussion
Rumah Prabu Half Page
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Cyber
  • Syarat dan Ketentuan
  • Disclaimer
  • Mengapa Tulisan Belum Ditayangkan?
  • Contact Us

© 2023 Pelataran - Pres Rilis dan Berita

No Result
View All Result
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
  • Kirim Tulisan
    • Login
    • Account
    • Logout
  • Login
  • Sign Up

© 2023 Pelataran - Pres Rilis dan Berita