Contact Us
Kirim Tulisan
Tulisan Saya
Pelataran
Leaderboard apa apa
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
  • Kirim Tulisan
    • Login
    • Account
    • Logout
Pelataran
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
  • Kirim Tulisan
    • Login
    • Account
    • Logout
No Result
View All Result
Pelataran
No Result
View All Result
Home Opini

Santri Politik: Merawat Iman, Menjaga Negeri

Dari bilik pesantren ke panggung demokrasi, santri hari ini ditantang untuk hadir bukan hanya dalam doa, tapi juga dalam keputusan-keputusan besar bangsa.

moh rafa arabiey by moh rafa arabiey
24 July 2025
in Opini
A A
0
Santri
880
SHARES
1.3k
VIEWS

Dunia politik seringkali dianggap sebagai arena yang “kotor” dan penuh intrik. Persepsi ini cukup kuat di kalangan masyarakat pesantren, bahkan sebagian santri secara tegas memilih menjauh dari politik. Mereka merasa lebih nyaman mengabdi di lingkungan masjid, pesantren, dan majelis taklim. Namun, dalam konteks demokrasi Indonesia, jika ruang kekuasaan tidak diisi oleh orang-orang yang berakhlak dan berilmu, maka siapa yang akan mengisi? Apakah santri akan rela jika politik terus dikuasai oleh mereka yang tak membawa amanah?

Guru kami KH. Ahmad Junaidi Hidayat sering mengingatkan bahwa “menjaga agama itu bukan hanya sekadar mengajarkan ilmu agama, tetapi juga dengan masuk ke dalam pemerintahan, mengabdi, dan memastikan nilai-nilai kebaikan tidak diabaikan.” Pesan ini menjadi panggilan moral bagi para santri untuk tidak alergi terhadap politik.

Santri sesungguhnya memiliki modal sosial yang kuat untuk terjun ke dunia politik. Menurut Abdurrahman Wahid (Gus Dur), santri bukan hanya pewaris tradisi keilmuan, tetapi juga bagian dari masyarakat yang memiliki akses luas melalui jaringan pesantren dan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama. Buku “Islam, State, and Society in Indonesia” oleh Robert W. Hefner juga menegaskan bahwa pesantren memiliki peran strategis dalam membentuk basis moral dan etika publik di Indonesia. Dengan modal kepercayaan masyarakat yang tinggi, santri berpotensi besar untuk menjadi aktor politik yang membawa misi perubahan.

Politik adalah salah satu jalan efektif untuk menegakkan keadilan sosial. Dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah, sebagaimana hadis Nabi: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (HR. Bukhari-Muslim). Jika para santri menghindari politik, maka kekuasaan akan terus berada di tangan mereka yang tidak mengindahkan nilai-nilai agama dan keadilan.

Dalam catatan sejarah, banyak santri yang telah menjadi politisi hebat di Indonesia. Di antaranya Gus Dur, yang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia dan tokoh pluralisme yang gigih membela hak-hak rakyat kecil. Ada juga KH. Ma’ruf Amin yang pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia, KH. Wahab Hasbullah yang turut membentuk fondasi perjuangan kebangsaan melalui keterlibatan aktif di parlemen dan pemerintahan.

Leaderboard Satu Rumah

Survei LSI (Lembaga Survei Indonesia) tahun 2019 menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap tokoh agama lebih tinggi dibandingkan dengan politisi. Ini membuktikan bahwa santri yang memiliki basis keagamaan kuat, secara sosial memiliki peluang besar untuk mendapatkan kepercayaan publik.

Selain itu, partai politik di Indonesia mayoritas bersifat nasionalis dan agamis. Artinya, banyak pilihan partai yang bisa menjadi kendaraan untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam yang cinta tanah air dan meneguhkan keadilan sosial. Di zaman sekarang, seperti yang pernah dikatakan oleh Anies Baswedan, “Bangsa ini tidak pernah kekurangan orang pintar, tetapi bangsa ini kehilangan orang-orang yang amanah.” Sebab, kekayaan terbesar suatu bangsa bukan hanya sumber daya alamnya, melainkan sumber daya manusianya. Maka, santri yang telah digembleng di pesantren dengan adab, ilmu, dan kejujuran menjadi harapan besar untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa ini.

Meski memiliki peluang besar, santri tidak luput dari tantangan ketika masuk ke arena politik. Godaan pragmatisme politik bisa menjerumuskan pada kompromi nilai. Tekanan partai politik kadang memaksa santri untuk mengikuti arus tanpa bisa mempertahankan idealisme. Santri juga seringkali belum memiliki bekal sistematis tentang bagaimana politik praktis berjalan. Seperti diulas dalam buku “Islam and Democracy in Indonesia” oleh Azyumardi Azra, santri masih harus banyak belajar tentang birokrasi dan manajemen kekuasaan agar tidak mudah dimanfaatkan oleh elit politik.

Ada pula tantangan psikologis, sebagian santri masih membawa mindset bahwa politik itu kotor. Padahal, politik adalah alat, tergantung siapa yang memegang dan bagaimana menggunakannya. Jika digunakan oleh orang baik, maka politik akan menjadi jalan kebaikan.

Baca Juga

M. Imam Muddin | Mahasiswa Ilmu Tasawuf & Psikoterapi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti hubungan antara spiritualitas Islam, psikologi, dan keseimbangan jiwa

“Dari Crypto ke Saham Halal: Cara Fikih dan Psikologi Menenangkan Cemas Finansial”

7 October 2025
soft living

Lelah Diburu Ambisi? Soft Living, Cara Gen Z Melawan Hustle Culture

6 August 2025
NEED JOB

Antara Gelar dan Realita: Dunia Kerja Butuh Apa Sih Sebenarnya?

5 August 2025
AI

AI: Sahabat Curhat Gen Z di Tengah Krisis Kesehatan Mental

5 August 2025

Untuk menyiapkan santri yang matang secara politik, dibutuhkan pendidikan politik sejak di pesantren. Pendidikan ini tidak harus berupa materi formal, tetapi bisa dikemas dalam kegiatan diskusi, kajian kitab yang beririsan dengan kepemimpinan, serta pelatihan manajemen organisasi.

Pesantren yang baik, seperti yang sering disebut oleh Abah Yai KH. Ahmad Junaidi Hidayat, adalah “madrasah kehidupan”. Dalam pesantren, santri dibiasakan menghadapi lingkungan yang kompleks, mulai dari hidup berjamaah, mandiri, saling menghormati, berorganisasi, bahkan belajar menyelesaikan konflik sehari-hari. Semua itu adalah bekal berharga yang kelak sangat berguna dalam menghadapi kompleksitas dunia pemerintahan dan birokrasi. Pesantren bukan hanya tempat menghafal kitab, tetapi juga tempat belajar menjadi manusia seutuhnya.

Kita juga butuh lebih banyak role model seperti Gus Dur yang bisa menunjukkan bahwa menjadi santri tidak berarti harus menjauh dari politik. Justru dengan terlibat secara aktif, santri bisa mengisi ruang-ruang pengambilan keputusan dengan nilai kejujuran, keberpihakan pada rakyat kecil, dan integritas. Sebagaimana kata bijak yang sering disampaikan “Politik itu kotor bukan karena substansinya, melainkan karena orang-orang baik memilih untuk tidak terlibat.”

Sudah saatnya santri berhenti menjadi penonton di panggung politik. Jika bukan santri yang terjun, jangan heran jika kebijakan yang lahir semakin jauh dari nilai-nilai yang membela umat dan bangsa. Santri harus menjadi pelaku yang mempengaruhi arah politik, bukan sekadar penggembira yang hanya menunggu hasil.

Santri adalah harapan masa depan bangsa. Dengan bekal ilmu, adab, dan pengalaman hidup di pesantren, santri diharapkan  menjadi pemimpin yang amanah dan membawa bangsa ini menuju arah yang lebih baik.

 

Share352Tweet220Share62Pin79SendShare
Banner Publikasi Press Release Gratis
Previous Post

Eco-Kultural dan Digital: Cerita KKN Undip Mengembangkan UMKM Resin di Branjang

Next Post

Digembleng TNI Kodim 0813: Pelatihan PBB, Wawasan Kebangsaan & Pelajar Pancasila di PPTQ Al Lathifiyah

moh rafa arabiey

moh rafa arabiey

Related Posts

M. Imam Muddin | Mahasiswa Ilmu Tasawuf & Psikoterapi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti hubungan antara spiritualitas Islam, psikologi, dan keseimbangan jiwa

“Dari Crypto ke Saham Halal: Cara Fikih dan Psikologi Menenangkan Cemas Finansial”

7 October 2025
soft living

Lelah Diburu Ambisi? Soft Living, Cara Gen Z Melawan Hustle Culture

6 August 2025
NEED JOB

Antara Gelar dan Realita: Dunia Kerja Butuh Apa Sih Sebenarnya?

5 August 2025
AI

AI: Sahabat Curhat Gen Z di Tengah Krisis Kesehatan Mental

5 August 2025
Next Post
DSC03472

Digembleng TNI Kodim 0813: Pelatihan PBB, Wawasan Kebangsaan & Pelajar Pancasila di PPTQ Al Lathifiyah

WhatsApp Image 2025 07 24 at 18.50.58

REI (Real Estat Indonesia) Kabupaten Asahan Kunjungi Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Asahan Bahas Percepatan Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

c6b92e3c c913 4c50 82ba 444b7b5b96de

Integrasi NIB dan NOP Akan Diuji Coba di Kota Tangsel, Wamen Ossy Harapkan Keakuratan Data dan Peningkatan Pendapatan Daerah

Silaturahim antara Panitia HUT Kemerdekaan RI Ke-80 Blengkunan dengan Pak Kastholani selaku Kepala Desa Balekerto

Blengkunan Merdeka: Festival Rakyat, Semangat Bangsa

PPL

Aksi PPL UNY di MTsN 6 Bantul: Memastikan Kelayakan Buku PKN Kelas IX untuk Pembelajaran

Please login to join discussion
Rumah Prabu Half Page
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Cyber
  • Syarat dan Ketentuan
  • Disclaimer
  • Mengapa Tulisan Belum Ditayangkan?
  • Contact Us

© 2023 Pelataran - Pres Rilis dan Berita

No Result
View All Result
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
  • Kirim Tulisan
    • Login
    • Account
    • Logout
  • Login
  • Sign Up

© 2023 Pelataran - Pres Rilis dan Berita