Pelataran, Malang, (3/11/2025) – Kemeriahan Batu Art Flower 2025 pada 26 Oktober lalu kembali memukau warga Kota Batu. Warna-warni bunga dan kreativitas parade budaya menjadi bukti tingginya semangat masyarakat untuk mempromosikan potensi daerah. Namun di balik keindahan itu, masih tersisa pemandangan yang ironis: tumpukan sampah plastik dan hiasan bunga yang berserakan di sepanjang jalan meskipun tempat sampah telah disediakan.
Fenomena ini menandakan bahwa kesadaran lingkungan masyarakat masih rendah, walaupun edukasi telah diupayakan. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu bahkan tampil dengan pertunjukan bertajuk “Sapu Lidi”, yang sarat pesan gotong royong dan tanggung jawab terhadap sampah. Sayangnya, pesan tersebut belum sepenuhnya dihayati oleh pengunjung.
Menurut penelitian Swarnawati dkk. (2022), komunikasi lingkungan yang efektif harus mampu memadukan aspek kognitif, afektif, dan perilaku, bukan sekadar menyampaikan pesan informatif. Kampanye kebersihan perlu menggerakkan kesadaran kolektif agar masyarakat merasa memiliki tanggung jawab bersama. Hal ini sejalan dengan temuan Akmaluddin, Hasan, dan Asmaunizar (2023), bahwa perubahan perilaku pengelolaan sampah hanya dapat tercapai jika komunikasi dilakukan secara partisipatif dan berkelanjutan melalui komunitas atau kegiatan sosial. Berdasarkan pengamatan di lapangan, masyarakat Batu masih cenderung menganggap kebersihan sebagai urusan petugas, bukan tanggung jawab pribadi.

Menurut saya, masalah ini bukan hanya soal kurangnya fasilitas, tetapi lebih pada kultur dan kebiasaan sosial. Banyak orang masih memandang kebersihan sebagai hal sekunder dalam menikmati acara publik. Saya melihat langsung bagaimana pengunjung antusias berfoto dan menikmati parade, tetapi acuh terhadap sampah di sekitar mereka. Edukasi perlu dikemas dengan pendekatan yang lebih interaktif, misalnya lewat lomba kebersihan atau sistem reward di setiap festival.
Untuk membangun budaya baru dalam menjaga kebersihan ruang publik, DLH dan panitia dapat meluncurkan kampanye “Festival Bersih, Batu Indah.” Kampanye ini bertujuan mendorong partisipasi aktif masyarakat dan wisatawan dalam mengurangi sampah selama acara berlangsung. Pesan utamanya, “Bersih itu bagian dari keindahan,” dapat disebarkan melalui media sosial, konten video, hingga kolaborasi dengan komunitas lingkungan dan pelajar. Keberhasilan program ini dapat diukur melalui penurunan volume sampah pasca-acara serta meningkatnya kesadaran warga untuk memilah dan mengelola limbah. Melalui strategi komunikasi yang kreatif dan berkelanjutan, nilai-nilai kebersihan dapat tertanam sebagai bagian dari identitas masyarakat Batu.

Keindahan Kota Batu tidak hanya lahir dari parade bunga, tetapi juga dari kesadaran warganya menjaga bumi tempat mereka berpijak. Jika masyarakat menjadikan kebersihan sebagai bagian dari budaya, bukan sekadar tanggung jawab petugas, maka Batu akan benar-benar dikenal sebagai kota yang indah bukan hanya di mata, tetapi juga dalam perilaku warganya.
Ditulis oleh
Novaldo Bambang Adi Pradana
=================
Swarnawati, A., Yuningsih, S., Purnamasari, O., & Nurhayati, E. S. (2022). Strategi komunikasi lingkungan dalam kampanye minim sampah. Perspektif Komunikasi, 7(1), 77–88. https://doi.org/10.24853/pk.7.1.77-88
Akmaluddin, A., Hasan, R. M., & Asmaunizar, A. (2023). Komunikasi lingkungan pada pengelolaan sampah oleh komunitas Sahabat Hijau di Kota Banda Aceh. Jurnal Al-Bayan: Media Kajian dan Pengembangan Ilmu Dakwah, 28(1). https://doi.org/10.22373/albayan.v28i1.28465





















