Palembang, Siaranberita.com — Pembelajaran huruf hijaiyah di SMA Bina Cipta Bukit Sangkal Palembang tidak hanya diikuti oleh siswa muslim, tetapi juga oleh empat siswa nonmuslim yang tergabung dalam kelas inklusif. Meski menunjukkan semangat belajar, mereka mengaku mengalami kesulitan karena huruf Arab terasa asing dan sangat berbeda dari alfabet Latin yang biasa mereka gunakan.
Kegiatan ini merupakan bagian dari muatan lokal dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab yang diberikan kepada seluruh siswa sebagai upaya mengenalkan dasar-dasar huruf hijaiyah secara akademis dan terbuka lintas keyakinan.
“Saya sempat bingung karena bentuk hurufnya tidak familiar, apalagi cara bacanya juga beda,” ujar A, salah satu siswi nonmuslim kelas XII. Tiga siswa lainnya juga menyampaikan bahwa mereka membutuhkan waktu lebih untuk menghafal dan mengenali bentuk huruf hijaiyah, terutama karena arah bacaannya dari kanan ke kiri dan bentuk hurufnya berubah-ubah tergantung posisinya dalam kata.
Meskipun menghadapi tantangan, para siswa nonmuslim tetap mengikuti pembelajaran dengan antusias. Ustadz Rizal, guru Bahasa Arab serta Tahsin dan Tahfidz di sekolah tersebut, menjelaskan bahwa pendekatan yang digunakan telah disesuaikan agar ramah dan inklusif bagi seluruh siswa.
“Kami memahami bahwa ini hal baru bagi mereka. Karena itu, kami gunakan metode yang menyenangkan dan visual, seperti kartu huruf dan latihan bunyi bersama. Tidak ada pemaksaan, ini murni untuk memperkenalkan budaya bahasa Arab,” jelas Ustadz Rizal.
Sekolah pun memberikan dukungan tambahan melalui bimbingan ringan di luar jam pelajaran untuk membantu siswa yang kesulitan. Kepala SMA Bina Cipta, Ari Susilo, S.E., menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang toleran dan terbuka.
“Kami ingin semua siswa merasa dihargai dan nyaman. Pembelajaran ini bukan tentang agama, tapi tentang memperluas wawasan budaya dan menghargai perbedaan,” ujar Ari.
Hasil sementara menunjukkan bahwa meskipun belum semua siswa nonmuslim dapat mengenali huruf hijaiyah dengan lancar, keberanian mereka untuk mempelajari hal baru menjadi nilai penting dalam pendidikan karakter dan toleransi.
Pengalaman empat siswa nonmuslim ini menjadi cermin nyata bahwa dengan pendekatan yang bijak dan suportif, pembelajaran lintas budaya dapat memperkuat rasa saling menghargai di lingkungan sekolah.