Bengkulu — Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bengkulu kembali membuka ruang harapan bagi para keluarga warga binaan dengan penyelenggaraan Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang digelar pada Jumat (21/11). Dalam sidang tersebut, sebanyak 62 warga binaan dievaluasi untuk mendapatkan pertimbangan hak integrasi, terdiri dari 61 orang untuk Pembebasan Bersyarat (PB) dan 1 orang untuk Cuti Bersyarat (CB).
Sidang TPP ini menjadi momentum yang dinantikan, tidak hanya oleh warga binaan yang mengikuti, tetapi juga oleh keluarga mereka di rumah yang berharap agar proses pembinaan membawa perubahan positif dan peluang kembali berkumpul bersama.
Kepala Lapas Kelas IIA Bengkulu, Julianto Budhi Prasetyono, menyampaikan bahwa sidang ini merupakan bagian dari upaya memastikan seluruh proses pembinaan berjalan objektif, transparan, dan berorientasi pada pemulihan hubungan sosial.
“Setiap warga binaan yang diusulkan telah melalui asesmen menyeluruh. Kami ingin memastikan bahwa hak-hak integrasi diberikan kepada mereka yang benar-benar siap kembali ke tengah keluarga dan masyarakat,” jelas Julianto.
Sidang TPP tidak hanya memuat evaluasi administratif, namun juga menjadi titik krusial dalam proses reintegrasi sosial. Bagi para keluarga, momen ini sering kali menjadi jembatan harapan—bahwa anggota keluarga mereka yang sedang menjalani pidana dapat segera pulang dengan perubahan yang lebih baik.
Jajaran TPP menilai aspek kepribadian, perilaku, sikap selama pembinaan, partisipasi dalam kegiatan kerja maupun kemandirian, hingga kondisi sosial keluarga. Hasil ini kemudian menjadi dasar pertimbangan apakah warga binaan layak mendapatkan PB atau CB.
“Kami memahami bahwa proses reintegrasi bukan hanya soal kepulangan fisik, tetapi juga kesiapan mental dan komitmen untuk meninggalkan perilaku negatif,” tambah Julianto.
“Itulah mengapa penilaian dilakukan secara ketat namun tetap mengedepankan nilai humanis dan keadilan.”
Masyarakat juga mendapatkan manfaat langsung melalui proses TPP yang berkualitas. Dengan seleksi ketat dan pembinaan intensif, warga binaan yang kembali ke lingkungan luar telah dibekali keterampilan, pendidikan karakter, dan pemahaman nilai sosial.
Program ini diharapkan dapat mengurangi risiko residivisme serta memperkuat kemitraan antara Lapas, keluarga, dan masyarakat dalam mendukung pemulihan perilaku.
Bagi keluarga, kabar dari sidang TPP selalu menghidupkan kembali doa dan penantian. Banyak di antara warga binaan yang telah menunjukkan progres signifikan selama pembinaan—baik dalam kedisiplinan, spiritual, maupun keterampilan kerja.
Jika disetujui, mereka yang memperoleh hak PB dan CB berkesempatan memulai babak baru dalam hidup, kembali mengisi peran sebagai ayah, ibu, anak, atau anggota keluarga lainnya.
“Kami ingin warga binaan yang pulang bukan hanya bebas secara fisik, tapi juga siap menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat,” tutup Kalapas.





















